Minggu, 02 September 2012

Marketing dan Manajemen Syiar


Marketing dan Manajemen Syiar


Riswan Febrianto

Marketing dan Manajemen Syiar, sebuah terminologi yang terdiri dari 3 kata yang masing-masing berasal dari disiplin ilmu yang tidak sama. Marketing dan manajemen sering kita temukan dalam ilmu ekonomi. Sementara syiar lebih banyak kita diskusikan bila sedang berbicara tentang ilmu agama. Marketing menurut Oxford Learner’s Pocket Dictionary memiliki definisi ‘part of business concerned with the advertisement, selling, and distribution of goods.’ Penekanannya adalah pada pengiklanan, penjualan, dan peredaran dari suatu ‘barang’. Selanjutnya manajemen, secara sederhana adalah upaya mengatur dan mengerahkan berbagai sumber daya, mencakup manusia (man), uang (money), dan barang (material). Terakhir, syiar. Syiar bila dikonversikan ke dalam bahasa kita, dapat dipahami dengan artian mengajak, menyeru, serta mempengaruhi. Definisinya dapat dijelaskan sebagai berikut: mengajak, menyeru, atau mempengaruhi orang lain kepada agama Allah (Islam). Jadi, marketing dan menajemen syiar kurang lebihnya dapat kita maknai sebagai suatu usaha untuk memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada untuk kemudian kita ‘jual’ kepada orang banyak sehingga mereka terpengaruh dan hasil akhir yang diharapkan adalah mereka dapat berkumpul dengan kita untuk kemudian bersama-sama merasakan indahnya Islam.
Marketing yang bagus, salah satunya dicontohkan oleh rokok. Meskipun di setiap kemasannya tertulis dengan sangat jelas “Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” tetapi dalam setiap iklan yang ditampilkan baik di media elektronik maupun media massa, mereka selalu mampu menampilkan kesan yang elegan, dinamis, prestatif dan kesan-kesan positif lainnya. Tidak pernah tampak kesan negatif sedikitpun. Bahkan dari tahun ke tahun jumlah penghisap rokok terus meningkat. Mungkin yang bisa kita tiru dari sana adalah cara pencitraan kesannya. Jadi selain kita aktif berdakwah, mensyiarkan kalimat-kalimat Allah di kampus, kita juga harus membangun sebuah pencitraan, kesan bahwa seorang ADK (Aktivis Dakwah Kampus) adalah mahasiswa yang ramah, pandai bergaul, berwawasan luas, berprestasi dan lain-lain agar orang lain lebih tertarik dengan seruan kita.
Dalam marketing syiar sedikitnya terdapat dua aspek utama, yang pertama da’i sebagai pemberi materi, dan yang kedua mad’u sebagai penerima materi. Antara da’i dan mad’u ada materi. Da’i yang ideal adalah ilmu sebelum amal. Seorang da’i haruslah mengunduh ilmu dari berbagai sumber yang ada, mencuri dari orang-orang yang lebih pandai, merampasnya dari para ilmuwan, mengambil ilmu sebanyak mungkin dari mana saja dia mampu. Dalam Islam, kita sudah diperintahkan untuk tidak segera puas dalam 3 hal: ibadah, sedekah, dan ilmu. Menuntut ilmu termasuk satu dari 3 yang tersebut.  Barulah setelah memiliki ilmu yang dirasa cukup maka dakwahkanlah, tebarkanlah ilmu-ilmu yang dimilki di tempat-tempat yang ‘gersang’, siramkanlah kepada orang-orang yang sedang kehausan, tanamkanlah pada tanah-tanah yang tandus, sebarkanlah dalam jangkauan yang seluas-luasnya menembus batas-batas kemuskilan yang ada. Karena ilmu dapat menciptakan kemakmuran, memberikan kesegaran, menyemaikan kesuburan dan menimbulkan suatu keharmonisan. Lalu untuk mad’u sebagai yang diberi materi, usahakanlah dimulai dari orang-orang terdekat bisa keluarga, sahabat, teman satu kos dan terus berlanjut, lakukanlah ekstensifikasi setelah intensifikasi selasai. Tetapi janganlah kita memaksakan bahwa semua yang kita sampaikan haruslah bisa diterima dan dipahami oleh mereka dengan segera. Diperlukan sebuah keistiqomahan dalam usaha ini. Kemudian yang terletak di antara keduanya (da’i dan mad’u) adalah materi. Materi yang kita sampaikan haruslah bisa beraklimatimasi dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi agar selalu menarik mad’u. Misal jika yang sedang ramai diperbincangkan adalah perihal cinta, pacaran, nikah dan sebagainya maka cobalah sampaikan sebuah materi dengan judul “Ketika Hati dan Jiwa Tersengat Cinta”. Usahakanlah tidak memberikan materi yang terlalu banyak kepada mad’u, sedikit tapi penuh makna karena kata-kata sederhana yang diungkapkan dengan tulus dan penuh cinta, akan mampu mengubah arah kehidupan seseorang.
Lantas, mengapakah syiar ini menjadi penting? Tengoklah sejenak Qur’an dalam Surat An Nahl ayat 125;


Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[*] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
[*]Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Ayat tersebut menjadi landasan konstitusional syar’iyah dakwah. Secara tersirat Allah menegaskan bahwa kewajiban dakwah tersematkan dalam diri tiap individu. Hukum menebarkan kalimat-kalimat Allah adalah fardlu ain, bukan fardlu kifayah! Dan tentu saja yang kemudian menjadi penting adalah marilah kembali kita luruskan niat kita, meskipun kita berjuang dalam Lembaga Dakwah Fakultas yang kita menjadi bagian darinya, tetapi tujuan akhir dari dakwah kita adalah mengajak orang lain kepada jalan Allah, bukan kepada LDF kita. Selain aibat kewajiban yang disematkan oleh ayat di atas, tidak inginkah kita dipandang baik oleh Allah? Cermatilah Qur’an dalam Surat Al Fushshilat ayat 33;

Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
Alasan terakhir yang menjadikan aktivitas kita sebagai aktivis dakwah kampus menjadi penting adalah tempat di mana kita berdakwah. Kampus merupakan gerbang terakhir sebelum seseorang yang memiliki intelektualitas tinggi akan dilepas untuk berkarya di masyarakat. Kita harus bisa memanfaatkan peluang ini dengan cara membentuk mereka, menanamkan nilai-nilai Islam yang agung nan luhur tepat sebelum mereka benar-benar bekerja demi umat. Bila nilai-nilai ke-Islaman sudah benar-benar tumbuh dalam hati mereka, maka hasilny akan tercetak intelek-intelek bangsa yang selalu berafiliasi terhadap Islam.
            Yang terakhir dan yang terpenting adalah tugas kita hanyalah berikhtiar semaksimal mungkin, tapi tersampaikannya hidayah adalah hak prerogatif Allah.



Artinya: “Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.”

0 komentar:

Posting Komentar